Bahkan, stadion-stadion besar dan punya reputasi mendunia seperti San Siro, Milan, dan Olimpico, Roma, tidak bisa mengatasi tebalnya salju di lapangan. Kalau pengelola stadion besar saja kesulitan mengatasi salju, tentu stadion-stadion kecil seperti Angelo Massimino, Catania, atau Dino Menuzzi, Cesena juga menghadapi kendala yang sama.
”Masalah utama sepak bola Italia bukan tidak memiliki stadion dengan kapasitas besar.Kami hanya tidak memilik stadion dengan fasilitas memadai,”ucap Presiden FIGC Giancarlo Abete,dikutip Reuters.“Kami sangat membutuhkan stadion yang bisa digunakan pada semua jenis cuaca,”kata orang nomor satu di sepak bola Italia itu. Komentar Abate didasari banyaknya stadion di Italia yang ketinggalan zaman dan masih berkonsep tradisional.
Maksudnya,stadion tidak ada fasilitas penunjang.Semua stadion di Italia tidak memiliki atap atau kubah dengan mekanisme buka-tutup.Mayoritas juga tidak dilengkapi pemanas lapangan.Atap atau kubah buka-tutup bisa mencegah masuknya salju,sedangkan pemanas untuk mencairkan salju yang menumpuk. “Sejauh ini baru Giuseppe Meazza (San Siro) yang memiliki atap.Itu juga tidak menyeluruh.Ini fakta yang terjadi di Italia.Kami kekurangan stadion modern,”tambah Abate.Dia menilai stadion di Italia seharusnya mengacu konsep stadion modern di Jerman.
Pasalnya,cukup banyak stadion peserta Bundesliga yang dilengkapi atap bukatutup sekaligus pemanas lapangan. Salah satu stadion modern di Jerman yang mendapat banyak pujian adalah Veltins-Arena Gelsenkirchen.Markas Schalke 04 tergolong stadion canggih dengan label bintang lima UEFA.Arena yang menghabiskan dana pembangunan 192 juta euro itu memiliki atap bukatutup serta lapangan geser.Maksudnya, atap bisa dibuka dan ditutup sesuai keperluan atau tergantung kondisi cuaca. Sementara lapangan bisa dikeluarkan bila sedang tidak digunakan.
Selain Veltins-Arena,fasilitas serupa juga terdapat di Commerzbank-Arena (Eintracht Frankfurt) dan Esprit Arena (Fortuna Dusseldorf).Di luar Jerman,stadion lain yang serupa dengan Veltins- Arena adalah Sapporo Dome Jepang (Consadole Sapporo),Gelredome (Vitesse Arnhem),Amsterdam ArenA (Ajax Amsterdam),serta sejumlah stadion serbaguna di Amerika Serikat (AS) macam University of Phoenix Stadium. “Italia membutuhkan perubahan kebijakan pembangunan stadion. Perubahan paradigma dan peraturan tentang stadion harus segera dilakukan.
Pemerintah seharusnya mendorong klub membangun stadion sendiri,”ucap Direktur Umum Juventus Giuseppe ’Beppe’ Marotta.“Selama belum ada langkah nyata,laga akan selalu tertunda bila salju turun,”katanya. Di Italia,Juventus adalah pelopor pembangunan stadion modern.Awal musim ini,La Vecchia Signora memperkenalkan Juventus Arena. Stadion berkapasitas 41.000 tempat duduk itu memang tidak memiliki atap buka-tutup.Namun,stadion yang menghabiskan dana pembangunan 120 juta euro itu memiliki pemanas lapangan (undersoil heating). Juventus Arena tetap bisa digunakan saat hujan salju.Salju akan langsung mencair begitu jatuh di lapangan.
Jadi, bukan dengan cara manual seperti di Italia, di mana salju disingkirkan dengan traktor atau alat yang lebih tradisional lainnya. Dengan menggunakan undersoil heating, salju langsung mencair dan lapangan bisa digunakan dalam cuaca ekstrim sekalipun.
Stadion pertama di Inggris yang menggunakan teknologi itu adalah Goodison Park, markas Everton. Memang, tidak ada keharusan untuk menempatkan undersoil heating di stadion klub-klub Premier League, apalagi kasta bawah, tetapi klub Inggris enggan menghadapi laga tunda. Bagaimana dengan Indonesia? Negara kita tidak perlu khawatir dengan masalah salju, karena disamping tidak ada turun salju, untuk perbaikan kondisi lapangan, rumput dan infrastruktur saja belum tercapai, mudah-mudahan Indonesia bisa memiliki stadion-stadion megah suatu nanti. BRAVO!
Dari barbagai Sumber
0 comments:
Posting Komentar
Bagi yang mau komentar dipersilahkan..