Saraf otak ada 12 pasang, dan biasanya dinyatakan dengan angka romawi I-XII. Memeriksa saraf otak (I-XII) dapat membantu menentukan lokasi dan jenis penyakit. Lesi dapat terjadi pada serabut saraf atau bagian perifer (infranuklir), pada inti (nuklir) atau hubungannya ke sentral (supranuklir). Bila inti rusak akan diikuti oleh degenerasi saraf perifernya. Saraf I dan II berfungsi mirip jaringan otak, sedangkan saraf otak lainnya (III-XII) mempunyai bangunan dan fungsi mirip saraf spinal dan bereaksi mirip dengan saraf spinal terhadap proses penyakit.
A. Nervus Olfaktorius (N.I)
Nervus Olfaktorius merupakan saraf sensorik yang fungsinya hanya satu, yaitu mencium bau, menghidu (penciuman, pembauan). Kerusakan saraf ini menyebabkan hilangnya penciuman (anosmia), atau berkurangnya penciuman (hiposmia).
Pemeriksaan:
Tujuan: untuk mendeteksi adanya gangguan menghidu. Juga untuk mengetahui apakah gangguan tersebut disebabkan oleh gangguan saraf atau penyakit hidung lokal.
Cara pemeriksaan: periksa lubang hidung apakah ada sumbatan atau kelainan setempat misalnya polip. Zat pengetes yang digunakan sebaiknya zat yang dikenali sehari-hari misalnya kopi, teh, tembakau, jeruk. Jangan menggunakan zat yang dapat merangsang mukosa hidung (N.V) seperti mentol, amoniak, alkohol, cuka. Dengan mata pasien tertutup, zat pengetes didekatkan ke hidung pasien dan suruh menciumnya. Tiap lubang hidung diperiksa satu persatu dengan jalan menutup lubang hidung yang lainnya dengan tangan.
Kelainannya seperti :
· Anosmia adalah hilangnya daya penghiduan.
· Hiposmia adalah bila daya ini kurang tajam
· Hiperosmia adalah daya penghiduan yang terlalu peka.
· Parosmia adalah gangguan penghiduan bilamana tercium bau yang tidak sesuai misalnya minyak kayu putih tercium sebagai bau bawang goreng. Jika parosmia dicirikan oleh modalitas olfaktorik yang tidak menyenangkan atau yang memuakan seperti bacin , pesing dsb, maka digunakan istilah lain yaitu kakosmia. Baik dalam hal parosmia maupun kakosmia adanya perangsangan olfaktorik merupakan suatu kenyataan, hanya pengenalan nya saja tidak sesuai, tetapi bila tercium suatu modalitas olfaktorik tanpa adanya perangsangan maka kesadaran akan suatu jenis bau ini adalah halusinasi, yaitu halusinasi olfaktorik.
B. Nervus Optikus (N.II)
Alat penangkap rangsang cahaya ialah sel batang dan kerucut yang terletak di retina. Impuls kemudian dihantarkan melalui serabut saraf yang membentuk nervus optikus. Sebagian dari serabut ini, yaitu serabut yang menghantarkan rangsang yang datang dari bagian medial retina, menyilang ke sisi lainnya di khiasma optikus. Dari khiasma optikus, serabut melanjutkan diri dengan membentuk traktus optikus ke korpus genikulatum lateral dan setelah bersinap disini rangsang diteruskan melalui traktus genikulokalkarina ke korteks optik kemudian berakhir di korteks yang disebut korteks striatum.
Pemeriksaan:
Tujuan: mengukur ketajaman penglihatan dan menentukan apakah kelainan pada visus disebabkan kelainan okuler lokal atau oleh kelainan saraf.
Cara pemeriksaan: dilakukan dengan jalan membandingkan dengan kampus penglihatan pemeriksa yaitu dengan metoda konfrontasi dari donder. Penderita disuruh berdiri atau duduk berhadapan dengan pemeriksa dengan jarak kira-kira 1 meter. Jika hendak memeriksa mata kanan pasien, maka mata kiri pasien harus ditutup dengan tangannya atau dengan kertas, sedangkan pemeriksa harus menutup mata kanannya. Kemudian pasien disuruh melihat terus (memfiksasi matanya) pada mata kiri pemeriksa dan pasien harus selalu melihat ke mata kanan pemeiksa. Setelah itu pemeriksa menggerakkan jari tangannya dibidang pertengahan antara pemeriksa dan pasien. Gerakan dilakukan dari arah luar ke dalam. Jika pasien mulai melihat gerakan jari-jari pemeriksa,ia harus memberitahu dan hal ini dibandingkan dengan pemeriksa. Jika ada gangguan kampus penglihatan, maka pemeriksa akan melihat gerakan tersebut lebih dahulu.
pemeriksaan penglihatan ( visus )
Ketajaman penglihatan diperiksa dengan :
- Membandingkan ketajaman penglihatan pemeriksa dengan jalan pasien disuruh melihat benda yang letaknya jauh misal jam didinding, membaca huruf di buku atau koran.
- Melakukan pemeriksaan dengan menggunakan kartu Snellen. Pasien diminta untuk melihat huruf huruf sehingga tiap huruf dilihat pada jarak tertentu, kartu snellen ialah huruf huruf yang disusun makin kebawah makin kecil , barisan paling bawah mempunyai huruf huruf paling kecil yang oleh mata normal dapat dibaca dari jarak 6 meter.
- Menggunakan jari jari yang digerakkan harus dapat dilihat dalam jarak 60 meter. contoh visus = 2/60 pasien hanya dapat melihat pergerakan jari pada jarak 2 meter Untuk gerakan tangan harus tampak pada jarak 300 meter. Jika kemampuannya hanya sampai membedakan adanya gerakan , maka visusnyaialah 1/300. Contoh Visus = 3/300 pasien hanya dapat melihat pergerakan tangan pada jarak 3 meter. Namun jika hanya dapat membedakan antara gelap dan terang maka visus nya 1/~, bila dengan sinar lampu masih belum dapat melihat maka dikatakan visus pasien tersebut adalah nol.
- Bila hendak melakukan pemeriksaan pada mata kanan maka mata kiri harus ditutup dengan telapak tangan kanan dan sebaliknya.
- Bila terdapat gangguan ketajaman penglihatan apakah gangguan ketajaman penglihatan yang disebabkan oleh kelainan oftalmologik ( bukan saraf ) misalnya kornea, uveitis, katarak dan kelainan refraksi maka dengan menggunakan kertas yang berlubang kecil dapat memberikan kesan adanya faktor refraksi dalam penurunan visus, bila dengan melihat melalui lubang kecil huruf bertambah jelas maka faktor yang berperan mungkin gangguan refraksi.
pemeriksaan lapang pandang.
- Yang paling mudah adalah dengan munggunakan metode Konfrontasi dari Donder.Dalam hal ini pasien duduk atau berdiri kurang lebih jarak 1 meter dengan pemeriksa, Jika kita hendak memeriksa mata kanan maka mata kiri pasien harus ditutup, misalnya dengan tangannya pemeriksa harus menutup mata kanannya. Kemudian pasien disuruh melihat terus pada mata kiri pemeriksa dan pemeriksa harus selalu melihat ke mata kanan pasien. Setelah pemeriksa menggerakkan jari tangannya dibidang pertengahan antara pemeriksa dan pasien dan gerakan dilakukan dari arah luar ke dalam. Jika pasien mulai melihat gerakan jari – jari pemeriksa , ia harus memberitahu, dan hal ini dibandingkan dengan pemeriksa, apakah iapun telah melihatnya.
- Bila sekiranya ada gangguan kampus penglihatan ( visual field ) maka pemeriksa akan lebih dahulu melihat gerakan tersebut.Gerakan jari tangan ini dilakukan dari semua jurusan dan masing masing mata harus diperiksa.
Ada bagian bagian visual field yang buta dimana pasien tidak dapat melihatnya, ini disebut dengan SKOTOMA.
- Skotoma positif : tanpa diperiksa pasien sudah merasa adanya skotoma.
- Skotoma negatif: dengan diperiksa pasien baru merasa adanya skotoma.
Macam macam gangguan ”visual field” antara lain.
- hemianopsia ( temporal; nasal ; bitemporalis ; binasal ).
- homonymous hemianopsia.
- homonymous quadrantanopsia.
- total blindness dsb
C. Saraf Otak III, IV,VI (Nervus Okulomotorius,Troklearis,Abdusens)
Fungsi N III,IV,VI saling berkaitan dan diperiksa bersama-sama . Fungsinya ialah menggerakkan otot mata ekstraokuler dan mengangkat kelopak mata. Serabut otonom N III mengatur otot pupil.
Mucle | Innervation | Primary function | Secondary function | Tertiary function |
Superior rectus | Occulomotor (N.III) | elevation | intorsion | adduction |
Inferior rectus | Occulomotor (N.III) | depression | extorsion | adduction |
Lateral rectus | Abducens (N.VI) | abduction | ||
Medial rectus | Occulomotor (N.III) | adduction | ||
Superior oblique | Trochlear (N.IV) | intorsion | depression | abduction |
Inferior oblique | Occulomotor (N.III) | extorsion | elevation | abduction |
Pemeriksaan:
Cara pemeriksaan.
Terdiri dari:
- pemeriksaan gerakan bola mata.
- pemeriksaan kelopak mata.
- pemeriksaan pupil.
1. Pemeriksaan gerakan bola mata.
- lihat ada/tidaknya nystagmus ( gerakan bola mata diluar kemauan pasien).
- Pasien diminta untuk mengikuti gerakan tangan pemeriksa yang digerakkan kesegala jurusan. Lihat apakah ada hambatan pada pergerakan matanya. Hambatan yang terjadi dapat pada satu atau dua bola mata.
- Pasien diminta untuk menggerakan sendiri bola matanya.
2. Pemeriksaan kelopak mata:
- Membandingkan celah mata/fissura palpebralis kiri dan kanan . Ptosis adalah kelopak mata yang menutup.
3. Pemeriksaan pupil
- Lihat diameter pupil, normal besarnya 3 mm.
- Bandingkan kiri dengan kanan ( isokor atau anisokor ).
- Lihat bentuk bulatan pupil teratur atau tidak.
- Pemeriksaan refleks pupil: refleks cahaya.
a. Direk/langsung : cahaya ditujukan seluruhnya kearah pupil.
· Normal , akibat adanya cahaya maka pupil akan mengecil ( miosis ).
· Perhatikan juga apakah pupil segera miosis, dan apakah ada pelebaran kembali yang tidak terjadi dengan segera.
b. Indirek/tidak langsung: refleks cahaya konsensuil. Cahaya ditujukan pada satu pupil, dan perhatikan pupil sisi yang lain.
- refleks akomodasi.
· caranya , pasien diminta untuk melihat telunjuk pemeriksa pada jarak yang cukup jauh, kemudian dengan tiba – tiba dekatkanlah pada pasien lalu perhatikan reflek konvergensi pasien dimana dalam keadaan normal kedua bola mata akanberputar kedalam atau nasal.
ü Reflek akomodasi yang positif pada orang normal tampak dengan miosis pupil.
- refleks ciliospinal.
· rangsangan nyeri pada kulit kuduk akan memberi midriasis (melebar ) dari pupil homolateral. keadaan ini disebut normal.
- refleks okulosensorik.
· rangsangan nyeri pada bola mata/daerah sekitarnya, normal akan memberikan miosis atau midriasis yang segera disusul miosis.
refleks terhadap obat-obatan. Atropine dan skopolamine akan memberikan pelebaran
pupil/midriasis. Pilocarpine dan acetylcholine akan memberikan miosis.
D. Nervus Trigeminus (N.V)
Terdiri dari dua bagian yaitu bagian sensorik (porsio mayor) dan bagian motorik (porsio minor).
Bagian motorik mengurusi otot mengunyah.
Bagian sensorik mengurus sensibilitas dari muka melalui ketiga cabangnya yaitu;
1. Nervus Oftalmikus
2. Nervus Maksilaris
3. Nervus Mandibularis
Pemeriksaan:
Cara pemeriksaan.
1. Pemeriksaan motorik.
- Pasien diminta merapatkan gigi sekuatnya, kemudian meraba m . masseter dan m. Temporalis. Normalnya kiri dan kanan kekuatan, besar dan tonus nya sama .
- Pasien diminta membuka mulut dan memperhatikan apakah ada deviasi rahang bawah, jika ada kelumpuhan maka dagu akan terdorong kesisi lesi. Sebagai pegangan diambil gigi seri atas dan bawah yang harus simetris.Bila terdapat parese disebelah kanan , rahang bawah tidak dapat digerakkan kesamping kiri. Cara lain pasien diminta mempertahankan rahang bawahnya kesamping dan kita beri tekanan untuk mengembalikan rahang bawah keposisi tengah.
2. Pemeriksaan sensorik.
- Dengan kapas dan jarum dapat diperiksa rasa nyeri dan suhu, kemudian lakukan pemeriksaan pada dahi, pipi dan rahang bawah.
3. Pemeriksaan refleks.
a. Refleks kornea ( berasal dari sensorik Nervus V).\
- Kornea disentuh dengan kapas, bila normal pasien akan menutup matanya atau menanyakan apakah pasien dapat merasakan.
b. Refleks masseter / Jaw reflex ( berasal dari motorik Nervus V).
- Dengan menempatkan satu jari pemeriksa melintang pada bagian tengah dagu, lalu pasien dalam keadaan mulut setengah membuka dipukul dengan ”hammer refleks”
- normalnya didapatkan sedikit saja gerakan, malah kadang kadang tidak ada.
- Bila ada gerakan nya hebat yaitu kontraksi m.masseter, m. temporalis, mpterygoideus medialis yang menyebabkan mulut menutup ini disebut reflex meninggi.
c. Refleks supraorbital.
- Dengan mengetuk jari pada daerah supraorbital, normalnya akan menyebabkan mata menutup homolateral ( tetapi sering diikuti dengan menutupnya mata yang lain ).
E. Nervus Fasialis (N.VII)
Nervus Fasialis merupakan saraf motorik yang menginervasi otot-otot ekspresi wajah (UMN dan LMN). Juga membawa serabut parasimpatis ke kelenjar ludah dan lakrimalis. Termasuk sensasi pengecapan 2/3 bagian anterior lidah.
Pemeriksaan:
1. Fungsi motorik
Perhatikan muka pasien, simetris atau tidak, kerutan dahi, pejaman mata, plika nasolabialis, dan sudut mulut. Bila asimetris wajah jelas, maka disebabkan oleh kelumpuhan jenis perifer (LMN). Dalam hal ini kerutan dahi menghilang, mata kurang dipejamkan, plika nasolabialis mendatar dan sudut mulut menjadi rendah. Pada kelumpuhan jenis sentral (UMN) muka dapat simetris saat istirahat, baru nyata bila pasien melakukan gerkan misalnya menyeringai.
Cara pemeriksaan:
- Menyuruh pasien mengangkat alis dan mengkerutkan dahi. Kelumpuhan UMN sesisi, pasien dapat mengangkat alis dan mengkerutkan dahinya, sebab mendapat persarafan bilateral. Pada kelumpuhan jenis LMN jelas adanya asimetris.
- Menyruh pasien memejamkan mata. Bila berat maka pasien tidak dapat memejamkan mata. Bila ringan maka tenaga pejaman kurang kuat. Suruh pula pasien memejamkan mata satu persatu, bila tidak dapat memejamkan mata berarti matanya pada sisi yang parese.
- Menyuruh pasien menyeringai (menunjukkan gigi geligi), mencucurkan bibir, mengembungkan pipi.
- Perhatikan apakah asimetris sudut mulut, apakah dapat bersiul. Suruh pasien bersiul, dalam keadaan pipi mengembung tekan kiri dan kanan apakah sama kuat . Bila ada kelumpuhan maka angin akan keluar kebagian sisi yang lumpuh.
2. Pemeriksaan fungsi sensorik (Fungsi pengecapan)
Kerusakan N.VII sebelum percabangan khorda timpani dapt menyebabkan ageusi (hilangnya pengecapan) 2/3 bagian anterior lidah.
Cara peeriksaan :
- Dilakukan pada 2/3 bagian lidah depan. Pasien disuruh untuk menjulurkan lidah , kemudian pada sisi kanan dan kiri diletakkan gula, asam,garam atau sesuatu yang pahit. Pasien cukup menuliskan apa yang terasa diatas secarik kertas.
- Bahannya adalah: Glukosa 5 %, Nacl 2,5 %, Asam sitrat 1 %, Kinine 0,075 %.
- Sekresi air mata.
- Dengan menggunakan Schirmer test ( lakmus merah )
- Ukuran : 0,5 cm x 1,5 cm
- Warna berubah menjadi Biru : Normal: 10 – 15 mm ( lama 5 menit ).
F. Nervus Vestibulokokhlearis (N.VIII)
Terdiri dari dua bagian yaitu saraf kokhlearis (pendengaran) dan saraf vestibularis (keseimbangan).
1. Pemeriksaan N. Kokhlearis.
Fungsi N. Kokhlearis adalah untuk pendengaran.
a. Pemeriksaan Weber.
- Maksud nya membandingkan transportasi melalui tulang ditelinga kanan dan kiri pasien.Garpu tala ditempatkan didahi pasien, pada keadaan normal kiri dan kanan sama keras ( pasien tidak dapat menentukan dimana yang lebih keras ).
- Pendengaran tulang mengeras bila pendengaran udara terganggu, misal: otitis media kiri , pada test weber terdengar kiri lebih keras. Bila terdapat ” nerve deafness ” disebelah kiri , pada test weber dikanan terdengar lebih keras .
b. Pemeriksaan Rinne.
- Maksudnya membandingakn pendengaran melalui tulang dan udara dari pasien.
- Pada telinga yang sehat, pendengaran melalui udara didengar lebih lama dari pada melalui tulang.
- Garpu tala ditempatkan pada planum mastoid sampai pasien tidak dapat mendengarnya lagi. Kemudian garpu tala dipindahkan kedepan meatus eksternus. Jika pada posisi yang kedua ini masih terdengar dikatakan test positip. Pada orang normal
- Test Rinne ini positif. Pada ” Conduction deafness ” test Rinne negatif.
c. Pemesiksaan Schwabach.
- Pada test ini pendengaran pasien dibandingkan dengan pendengaran pemeriksa yang dianggap normal.
- Garpu tala dibunyikan dan kemudian ditempatkan didekat telinga pasien. Setelah pasien tidak mendengarkan bunyi lagi, garpu tala ditempatkan didekat telinga pemeriksa. Bila masih terdengar bunyi oleh pemeriksa, maka dikatakan bahwa Schwabach lebih pendek ( untuk konduksi udara ).
Kemudian garpu tala dibunyikan lagi dan pangkalnya ditekankan pada tulang mastoid pasien. Dirusuh ia mendengarkan bunyinya. Bila sudah tidak mendengar lagi maka garpu tala diletakkan ditulang mastoid pemeriksa. Bila pemeriksa masih mendengarkan bunyinya maka dikatakan Schwabach ( untuk konduksi tulang lebih pendek1. Pemeriksaan N. Vestibularis.
a. Pemeriksaan dengan test kalori.
- Bila telinga kiri didinginkan ( diberi air dingin ) timbul nystagmus kekanan. Bila telinga kiri dipanaskan ( diberi air panas ) timbul nystagmus kekiri. Nystagmus ini disebut sesuai dengan fasenya yaitu : fase cepat dan fase pelan, misalnya nystagmus kekiri berarti fase cepat kekiri.
- Bila ada gangguan keseimbangan maka perubahan temperatur dingin dan panas memberikan reaksi.
b. Pemeriksaan “past pointing test”.
- Pasien diminta menyentuh ujung jari pemeriksa dengan jari telunjuknya, kemudian dengan mata tertutup pasien diminta untuk mengulangi. Normalnya pasien harus dapat melakukannya.
c. Test Romberg .
- Pada pemeriksaan ini pasien berdiri dengan kaki yang satu didepan kaki yang lainnya. Tumit kaki yang satu berada didepan jari kaki yang lainnya, lengan dilipat pada dada dan mata kemudian ditutup. Orang yang normal mampu berdiri dalam sikap Romberg yang dipertajam selama 30 detik atau lebih.
d. Test melangkah ditempat ( Stepping test ).
- Pasien disuruh berjalan ditempat, dengan mata tertutup , sebanyak 50 langkah dengan kecepatan seperti jalan biasa.Selama test ini pasien diminta untuk berusaha agar tetap ditempat dan tidak beranjak dari tempatnya selama test berlangsung.
- Dikatakan abnormal bila kedudukan akhir pasien beranjak lebih dari 1 meter dari tempatnya semula, atau badan terputar lebih dari 30 derajat.
G. Nervus Glossopharingeus (N.IX) dan Nervus Vagus (N.X)
Nervus IX dan X diperiksa bersamaan, karena kedua saraf ini berhubungan erat satu sama lain.
Pemeriksaan:
Fungsi motorik
- Perhatikan kualitas suara pasien. Apakah normal, serak (disfoni), atoni. Untuk ini pasien menyebutkan: aaaaaaa..
Fungsi pengecapan
- Nervus Glossopharingeus mengandung serabut aferen khusus untuk pengecapan, yaitu pengecapan 1/3 bagian posterior lidah.
ü Pasien diminta untuk membuka mulut dan mengatakan huruf “ a” . Jika ada gangguan maka otot stylopharyngeus tak dapat terangkat dan menyempit dan akibatnya rongga hidung dan rongga mulut masih berhubungan sehingga bocor. Jadi pada saat mengucapkan huruf ” a” dinding pharynx terangkat sedang yang lumpuh tertinggal, dan tampak uvula tidak simetris tetapi tampak miring tertarik kesisi yang sehat.
ü Pemeriksa menggoreskan atau meraba pada dinding pharynx kanan dan kiri dan bila ada gangguan sensibilitas maka tidak terjadi refleks muntah.
H. Nervus Aksesorius (N.XI)
Saraf XI menginervasi m. sternocleidomastoideus dan m. trapezius menyebabkan gerakan menoleh (rotasi) pada kepala.
a. Pemeriksaan m. sternocleidomastoideus:
- Perhatikan keadaan m. sternocleidomastoideus pada saat istirahat dan bergerak. Selain itu pasien juga dapat disuruh menoleh ke kiri atau kanan, dan ditahan dengan tangan pemeriksa diletakkan didagu. Untuk mengukur kekuatan otot dapat dilakukuan cara yaitu: pasien disuruh menggerakkan bagian badan yang digerakkan oleh otot yang ingin kita periksa dan kita tahan gerakan ini. kita gerakkan bagian badan pasien dan disuruh ia menahannya.
b. Pemeriksaan m. trapezius:
- Perhatikan keadaan m. trapezius pada saat istirahat dan bergerak. Tempatkan tangan kita di atas bahu pasien. Kemudian disuruh mengangkat bahunya dan kita tahan.
I. Nervus Hypoglossus (N.XII)
Saraf ini mengandung serabut somato sensorik yang menginervasi otot intrinsik dan otot ekstrinsik lidah.
Pemeriksaan:
Cara pemeriksaan.
- Dengan adanya gangguan pergerakan lidah, maka perkataan perkataan tidak dapat diucapkan dengan baik hal demikian disebut: dysarthri.
- Dalam keadaan diam lidah tidak simetris, biasanya tergeser kedaerah lumpuh karena tonus disini menurun.
- Bila lidah dijulurkan maka lidah akan membelok kesisi yang sakit.
- Melihat apakah ada atrofi atau fasikulasi pada otot lidah .
- Kekuatan otot lidah dapat diperiksa dengan menekan lidah kesamping pada pipi dan dibandingkan kekuatannya pada kedua sisi pipi.
.
0 comments:
Posting Komentar
Bagi yang mau komentar dipersilahkan..